MARTAPURA – Terpidana Lihan, mantan pengusaha intan asal Cindai Alus Martapura dari kabar terbaru telah meminta bantuan timnya untuk memverifikasi keabsahan perjanjian kerjasama antara Lihan dan investor.
Kamis (26/1), H Hasyim, Ketua Tim Penyelesaian Hukum dan Penyelamatan Dana Investor kepada Mata Banua mengatakan, pihaknya diminta Lihan mendata kembali para investor yang pernah menanamkan dana kepada Lihan.
“Beliau (Lihan) sudah berjanji, jika masalah hukumnya atau ustadz sudah keluar dari tahanan, akan mengembalikan dana investor. Kini kami mendata para investor, sekaligus menguji keaslian isi perjanjian termasuk tandatangan ustadz,” katanya.
Menurut Hasyim yang mengaku juga menanamkan investasi senilai Rp24 miliar ke Lihan ini, banyak kejadian, ada orang yang bertanggung jawab menyerahkan surat perjanjian kerjasama yang ternyata palsu.
“Nah, untuk memastikan keabsahan isi perjanjian, kami bekerjasama dengan Puslabfor Polda Jatim untuk menelitinya. Jadi, pungutan yang sifatnya sukarela itu bukan metode baru pengumpulan dana, melainkan dana untuk membayar jasa petugas forensic. Nilainya bervariasi. Jika investasi Rp10 juta ke bawah dipungut Rp50 ribu, Rp10 juta sampai Rp500 juta dipungut Rp100 ribu, lebih dari Rp500 juta Rp200 ribu dan lebih dari Rp1 miliar Rp250 ribu,” bebernya.
Saat ini, terdata sebanyak 3.780 investor dengan total nilai investasi Rp389 miliar. Sementara dari versi Polda Kalsel, dana investor ada sekitar Rp800 miliar. “Silakan bagi yang mempunyai perjanjian kerjasama dengan ustadz agar mendaftarkan perjanjiannya ke kami,” jelasnya.
Sekretariat tim sendiri berada di Jalan Karanganyar RT 41 RW 8 No 7 Kecamatan Banjarbaru Utara. “Kami membantu ustadz karena kami lihat beliau memiliki hati yang bersih benar-benar akan mengembalikan dana itu, jika ustadz sudah keluar dari tahanan,” tegasnya.
Lihan sendiri kabarnya sedang mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) setelah permohonan kasasinya ditolak dan Lihan malah divonis 9 (Sembilan) tahun.
Terdakwa Lihan sebelumnya divonis majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Martapura enam tahun enam bulan penjara, denda Rp10 miliar subsidair empat bulan penjara dalam sidang yang disaksikan puluhan pengunjung, Senin, 11 Oktober 2010 lalu.
Vonis yang dijatuhkan majelis hakim yang diketuai Edy Suwanto SH ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fadlan SH yang menuntut terdakwa dengan 13 tahun penjara, denda Rp10 miliar subsidair enam bulan penjara.
Majelis hakim mempertimbangan hukuman sesuai pasal yang dikenakan padanya. Majelis hakim berpendapat terdakwa telah terbukti melanggar pasal 372 KUHP tentang penggelapan, tentang Bank
Syariah dan Tindak Pidana Pencucian Uang, namun terdakwa tidak terbukti mempengaruhi seseorang untuk ikut berbisnis dengannya.
Untuk penggelapan, terdakwa dianggap menggunakan uang investasi nasabah untuk hal lain di luar bisnis intan, padahal sesuai perjanjian, kedua belah pihak hanya untuk bisnis intan.
Untuk Bank Syariah, bisnis tersangka sudah masuk kategori syariah (mudharabbah) atau bagi hasil, namun dalam praktiknya tidak ada izin dari Bank Indonesia (BI). adi
Vonis yang dijatuhkan majelis hakim yang diketuai Edy Suwanto SH ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fadlan SH yang menuntut terdakwa dengan 13 tahun penjara, denda Rp10 miliar subsidair enam bulan penjara.
Majelis hakim mempertimbangan hukuman sesuai pasal yang dikenakan padanya. Majelis hakim berpendapat terdakwa telah terbukti melanggar pasal 372 KUHP tentang penggelapan, tentang Bank
Syariah dan Tindak Pidana Pencucian Uang, namun terdakwa tidak terbukti mempengaruhi seseorang untuk ikut berbisnis dengannya.
Untuk penggelapan, terdakwa dianggap menggunakan uang investasi nasabah untuk hal lain di luar bisnis intan, padahal sesuai perjanjian, kedua belah pihak hanya untuk bisnis intan.
Untuk Bank Syariah, bisnis tersangka sudah masuk kategori syariah (mudharabbah) atau bagi hasil, namun dalam praktiknya tidak ada izin dari Bank Indonesia (BI). adi
Komentar