Menuju Indonesia Darussalam (3)

Baiklah, setelah kita bersetuju untuk mengembalikan lagi tujuh kata di Piagam Jakarta itu ke dalam sila pertama Pancasila, maka tibalah bagi saya untuk membeberkan siasat dan strategi untuk mewujudkannya.
Perubahan peraturan perundangan di negara Indonesia memang tak bisa dipungkiri mesti melalui rapat di MPR, karena lembaga ini merupakan lembaga tertinggi dalam strata kelembagaan negara. Perjuangan untuk merubah peraturan tak bisa tidak mesti dilakukan dari dan lewat MPR itu sendiri.
Komposisi MPR yang terdiri dari anggota DPR dan DPD, apalagi unsur pembentuk DPR dari banyak partai yang berpolar ideologi dan tujuannya, menurut saya menjadi penghambat bagi mulusnya perjuangan menuju Indonesia Darussalam ini.
Untuk itu, diperlukan langkah penyederhanaan partai di Indonesia. Saat ini ada paling tidak sebanyak 34 partai politik. Padahal, banyak warga yang mengeluhkan kondisi banyaknya partai ini, karena hampir seluruhnya memiliki ideologi dan program-program yang tak berbeda jauh amat.
Kalau saya amati, dari seluruh partai politik, hanya ada dua ideologi dan asas partainya, yakni nasionalis, seperti Partai Golkar, PDIP dan lain-lain, atau Islamis seperti PKS, PPP, PBR, PBB dan lain-lain, atau bahkan campuran keduanya, seperti PAN, PKB dan lain-lain.
Nah, menurut saya, sebaiknya dilakukan upaya menyederhanakan partai politik di Indonesia. Pasalnya, banyak partai terbukti sulit menstabilkan kehidupan politik maupun ekonomi. Banyak partai membawa dampak percekcokan politik yang luas, seperti banyak kepala dalam suatu rapat.
Selain itu, biaya politik yang notabene penghambur-hamburan uang yang besar, justru gampang terjadi dalam sistem banyak partai ini. Inilah simalakama sistem pemilu yang proporsional terbuka.
Sebaiknya, sistem pemilu kita diubah menjadi sistem distrik murni, di mana tiap distrik dipilih seorang perwakilan. Dengan sistem ini, biaya politik akan bisa ditekan dan perwakilan yang terpilih akan lebih memperhatikan wilayah distriknya, karena calon sudah tentu dikenal oleh penduduk di distrik tersebut.
Sistem distrik ini nantinya akan melakukan seleksi alamiah, sehingga akan mengeliminasi partai-partai yang mengajukan calon yang tak berkualitas. Syahdan, dua atau tiga kali pemilu saja sejak sistem distrik ini diterapkan, akan hanya ada dua aau tiga partai politik saja yang tersisa.
Nah, partai politik berbasis Islam, sebaiknya sejak dini memperjuangkan sistem distrik sambil berikhtiar untuk melakukan fusi atau penggabungan organisasinya ke dalam satu partai yang satu dan kokoh untuk menghadapi sistem distrik ini.
Insya Allah, dengan keyakinan dan bantuan dari Allah, karena tujuan awal kita membantu hukum Islam agar ditegakkan, maka Allah akan membantu partai politik Islam untuk bersaing dengan satu atau dua partai politik berhaluan nasionalis atau campuran.
Setelah sistem distrik dan ada satu partai politik Islam, maka mulailah perwakilan penduduk Islam melakukan gerakan dan perjuangan baik di MPR atau DPR untuk sedikit demi sedikit mengubah peraturan perundangan di negara ini sehingga benar-benar Islami.
Perubahan yang dilakuka bisa dimulai dengan meambah sila pertama dengan tujuh kata yang sebelumnya ada di Piagam Jakarta.
Saya yakin, dengan kekuatan partai politik Islam dengan hanya menghadapi satu atau dua pertai saja, akan bisa memenuhi sepertiga angota MPR sebagai syarat mengajukan usul perubahan UUD 1945.
Demikian juga di DPR, wakil-wakil penduduk Islam ini saya yakin akan berjaya untuk mengusulkan perubahan peraturan perundangan yang tak Islami. Dari sini, insya Allah akan muncul peraturan yang mengharuskan terbitnya hukum Islam, bagi penduduk Muslim. Jadi, jika orang Muslim terlibat suatu kasus, maka ia akan diadili sesuai syariat Islam.
Ayo satukan tekad wahai politisi yang masih mencintai Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW
agar mulai sekarang mengkampanyekan penerapan sistem distrik dan penyatuan partai politik berhaluan Islam. Saya pikir, ini mesti dilakukan, sejak sekarang. Bismillah......

Komentar