EN Penuhi Panggilan Meski Stroke

BANJARMASIN - Tak ingin permasalahan berlarut-larut, tersangka korupsi Sentra Antasari, EN tetap menghadiri agenda pemeriksaan oleh penyidik Kejati Kalsel, Rabu (14/5). Padahal, kondisinya baru saja keluar dari RSU Ulin Banjarmasin akibat terserang stroke.
Stroke kabarnya sempat menyerang otak kanan mantan Ketua Tim Percepatan Pembangunan Pasar Sentra Antasari (P3SA) ini, sehingga anggota tubuh sebelah kirinya tak begitu sempurna. Bibirnya pun agak kaku sehingga agak kesulitan berbicara.
Didampingi kuasa hukumnya, Masdari Tasmin SH MH, Rizal Fahri SH dan Yety Susi Susanti SH, EN diperiksa secara marathon mulai pukul 11.30 Wita hingga sore di ruang jaksa penyidik, Pranoto SH.
"Beliau memang telah mendapat surat panggilan akhir pekan tadi. Ia memenuhi panggilan karena ingin pemeriksaan bisa segera selesai, sehingga tidak terlalu membebani pikirannya," jelas pengacara seniornya.
Ia menambahkan, sebenarnya kondisi kesehatan kliennya belum terlalu pulih setelah terserang stroke di otak sebelah kanan. EN bahkan sempat dirawat lima hari di RSU Ulin Banjarmasin.
"Gerakan anggota badan sebelah kirinya tidak begitu sempurna. Bahkan beliau agak kesulitan untuk berbicara. Begitu juga memori ingatan beliau kadang-kadang mudah lupa, sehingga mesti sabar untuk membantunya mengingat kembali," tuturnya.
Diterangkan, berdasar surat keterangan dokter yang menangani EN, dr Zainuddin, spesialis syaraf, EN masih mungkin untuk menjalani pemeriksaan penyidik, meskipun maksimal hanya tiga jam. "Lebih dari itu, justru bisa membahayakan kesehatannya," tukasnya.
Pengacara yang baru saja mempereoleh gelar Doktor ini juga mengaku heran kenapa kliennya bisa dijadikann tersangka, mengingat kasus yang terjadi sebenarnya kasus perdata, antara Pemko Banjarmasin dengan PT Giri Jaladhi Wana.
"SA sebenarnya lahir dari kerja sama perdata antara kedua belah pihak. Sehingga kalau GJW dianggap menyalahi perjanjian maka hal itu termasuk wan prestasi sebagaimana yang diatur dalam pasal 1238 KUHPerdata," bebernya.
P3SA yang dipimpin kliennya sebenarnya mendapat tugas dari Walikota Sofyan Arfan (almarhum) untuk mempercepat perpindahan pedagang agar pemnbangunan SA oleh GJW bisa digeber dan tepat waktu. Selain itu, tugas utama lainnya adalah mensosialisasikan rencana pembangunan SA. "Tidak ada kewenangan bagi tim itu untuk menjual kios-kios," cetusnya.
Sementara itu, Kasi Penkum dan Humas Kejati Kalsel Johansyah SH didampingi jaksa penyidik Sandy Rosady SH mengatakan, pada saat dimulainya pemeriksaan, memang EN belum pulih betul dari sakitnya. "Namun, tersangka mau memberikan keterangan," bebernya. Bahkan, pemeriksaan rencananya tidak hanya tiga jam, mengingat banyaknya pertanyaan yang diajukan penyidik.
Dari keterangan para saksi, EN diduga kuat menerima uang dari hasil penjualan kios-kios yang melebihi ketentuan perjanjian. "Cuma, ke mana saja pendistribusian uang itu masih terus disidik. Termasuk harta-harta tersangka yang diduga hasil korupsi," katanya.
Persepsi Masdari yang menyatakan bahwa kasus itu bukan pidana korupsi, melainkan perdata biasa, menurut Johan tidak sepenuhnya benar. "Karena penyidik punya bukti juga bahwa akibat kelebihan kios tersebut, Pemko Banjarmasin dan negara dirugikan akibat potensi pemasukan tidak diterima," ucapnya.
Hari ini, EN dan tersangka lainnya, Wid dijadwal akan menjalani pemeriksaan kembali. Akibat penggelembungan jumlah kios dari 5.145 buah bertambah 900-an buah tak sesuai ketentuan negara diduga merugi mencapai Rp28 miliar, terdiri kelebihan kios Rp16,6 milyar dan kewajiban lain Rp6,6 milyar serta kewajiban Pasar Inpres SA ke BRI senilai Rp3,75 milyar. adi

Komentar