Raskin Tanjung Jawa Diduga Di-mark-up
BANJARMASIN - Masyarakat miskin di Desa Tanjung Jawa Kecamatan Panyipatan Tanah Laut (Tala) mengeluh, menyusul harga beras untuk keluarga miskin (raskin) yang sampai kepada mereka diduga di-mark-up.
Bahkan, kondisi yang cukup memprihatinkan itu sudah berlangsung sejak awal tahun ini. Akibatnya, sejumlah warga yang sudah tidak tahan lagi terus dibodohi, berencana mendemo kepala desa setempat.
"Kami sangat khawatir kalau-kalau terjadi kejadian anarkis, bilama pihak berwenang tidak segera mengusut kasus ini. Kami akan melaporkan kasus ini ke Polres Tala," ujar perwakilan warga, Sarhani dan Arbani kepada Mata Banua, Kamis (17/4).
Menurut Sarhani, sebagian warga desa dekat Pantai Batakan yang memang sudah miskin, menjadi semakin terpuruk kehidupan ekonominya, karena menebus beras di atas kewajaran.
"Waktu kepala desa sebelumnya, kami hanya membeli Rp1.100/liter. Namun, kepala desa yang baru justru menetapkan harga Rp2.000/liter. Jadi, kalau tiap KK memperoleh lima liter, mesti merogoh uang sebesar Rp10.000. Nilai itu tentu saja berat bagi warga miskin," keluhnya.
Berdasarkan investagi mereka ke pihak Dolog Tala, untuk jatah sebulan ada 2,580 ton dan dibeli sebesar Rp1.600/kg, sehingga modal pembelian Rp4.128.000. Namun, sekilogram beras sebenarnya sama dengan 1,25 liter. Sehingga, lanjutnya, jika beras 2,580 ton atau setara 3.225 liter itu dijual Rp2.000/liter akan diperoleh data Rp6.450.000.
"Dari situ ada selisih keuntungan yang sangat besar mencapai Rp2.322.000. Oknum mengambil keuntungan yang cukup besar sehingga membebani warga yang sudah miskin," ungkapnya.
Ketua BPD Tanjung Jawa Abdul Majid didampingi Sekretaris-nya, Mahrani membenarkan kondisi tersebut. Menurutnya, penetapan harga raskin yang sudah di luar kewajaran tersebut ditetapkan sendiri oleh kepala desa setempat, tanpa berkoordinasi dengan BPD.
"Kami pun tidak pernah diajak rapat atau musyawarah oleh kepala desa. Padahal, warga di sini yang miskin benar-benar susah hidupnya. Kami dari BPD justru sering mendapat keluhan atau sorotan akibat mahalnya raskin tersebut," cetusnya.
Parahnya, BPD pun tidak mengetahui berapa besar beras didistribusikan, termasuk keuntungan hasil penjualan raskin apakah masuk kas desa atau tidak, juga tidak diketahui.
Tak hanya itu, tambah Majid, kepala desa saat ini juga diduga menjual puluhan lembar seng atap balai desa setempat ke pihak tertentu dengan harga Rp20.000/lembar. "Padahal, seng tersebut meski akan diganti merupakan aset milik desa yang harus jelas hasil penjualannya masuk ke kas desa," ungkapnya.
Menurut warga, kepala desa tersebut seorang perempuan berinisial Nor. Dikatakan, dalam melaksanakan kebijakan yang memberatkan warga itu, Nor kerap mendapat sokongan kuat dari suaminya, berinisial Sah.
Camat Panyipatan Sugiannur tak berhasil dikonfirmasi. Nomor ponselnya 081348073XXX yang dihubungi hanya terdengar nada veronica. adi

Komentar