Politik Melawan Abah Guru Sekumpul



POLITIK itu sejatinya baik karena secara pengertian umum, politik itu adalah upaya mensejahterakan dan membahagiakan penduduk (kaum) suatu wilayah tertentu. 
Hanya saja, dalam perjalanan dinamika politik, terkadang bahkan cenderung sering oknum politisi yang menodai politik itu sendiri. Misalkan, untuk meraih kekuasaan politik, oknum politisi harus menodai dirinya dengan menyogok parpol bahkan sebagian warga, baik dengan duit atau sejenisnya.

Konsepnya boleh disebut sebagai mahar politik atau serangan fajar. Ini semakin lama semakin lumrah, meski sogok-menyogok atau tapal-menapal ini telah dilarang agama Islam, dan sudah ditegaskan larangannya oleh Guru Sekumpul atau Syaikh Zaini Ghani, seorang aulia Allah yang dipercaya sebagai wali kutub abad ini. 

Inilah yang membuat sebagian ulama memilih menjauhi politik, karena sudah banyak terkontaminasi hal-hal yang berbau negatif. Meski Guru Sekumpul terkesan tidak ingin majlisnya dimanfaatkan untuk kepentingan politik oknum-oknum politisi, namun tentu saja ada di sebagian isi ceramahnya, diselipkan beliau rambu-rambu apa yang mesti diperhatikan jemaah yang berkaitan dengan politik.

Misalkan, beliau melarang sogok-menyogok dalam meraih kedudukan politik. Atau kepada pejabat politik termasuk penyelenggara negara dan daerah supaya jangan sampai korupsi karena urusan tobatnya lebih sulit. Begitu juga ulama diingatkan agar tetap netral dan tidak mendukung salah satu paslon. Sebab, kedudukan ulama itu lebih sebagai mercusuar umat, sehingga baiknya berada di posisi netral di tengah-tengah umat.

Yang paling jelas, adalah pesan Abah Guru Sekumpul agar tidak mengangkat wanita sebagai pemimpin suatu kaum (penduduk).

"Bila pemimpinnya wanita tidak akan bahagia kaum itu seluruhnya," ujar beliau. "Tidak akan untung dan bahagia suatu kaum apabila pemimpinnya wanita," tambah Abah Guru Sekumpul lagi. Bahkan, dalam menyampaikan rambu-rambu itu, beliau bisa mengulangi kalimatnya hingga tiga kali, persis kebiasan Rasulullah SAW ketika menyampaikan nasihat kepada para sahabat-sahabatnya.

Namun, karena politik itu berkaitan dengan kekuasaan, dan sudah sifat sebagian manusia yang haus kekuasaan dan kekayaan, maka rambu-rambu agama itu sering diabaikan dan tidak diindahkan. 

Korupsi terjadi karena oknum pelakunya haus akan kekayaan. Sudah sifat manusia yang ketika telah Allah beri segunung emas, maka dalam pikirannya akan berhajat lagi memperoleh gunung emas yang kedua, dan begitu seterusnya.

Atau ketika sudah memperoleh kedudukan tertentu, seorang manusia cenderung ingin meraih kedudukan yang lebih tinggi lagi, dan begitu seterusnya. Jabatan dan harta, laksana air laut, yang ketika diminum, bukan menghilangkan dahaga, melainkan semakin membuat haus tenggorokan.

Tengok saja di Kalsel, kredibilitas berbagai parpol yang bisa diragukan itikad murninya begitu dengan mudahnya menerima bakal calon wanita. Tak peduli lagi dengan apa yang sudah pernah disampaikan dan diingatkan Abah Guru Sekumpul. Tapi parpol dalam hal ini memang sekadar kendaraan, sehingga oknum politisi yang memegang kekuasaan dalam parpol itulah yang berperan.

Sudah banyak contoh aktual terhadap sejumlah politisi dan pejabat birokasi yang melawan nasihat Abah Guru Sekumpul. Berbagai peristiwa yang dapat diakses oleh masyarakat betapa nasib buruk menimpa para koruptor yang mesti mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum dunia dan mesti menjalani hukuman penjara.

Sebab hal ini berkaitan juga dengan aturan agama, pertanggungjawaban soal ini kalaupun tidak selesai di dunia, maka pasti akan diperkarakan dalam mahkamah akhirat, di mana keadilan Tuhan YME takkan terbantahkan. 

Waspada bagi pihak-pihak yang tetap bersikeras melawan apa-apa nasihat Abah Guru Sekumpul. Allah telah berfirman di dalam hadits qudsi, bahwasanya sesiapa yang tidak suka atau melawan wali Allah, maka Allah mengumumkan akan berperang melawan orang itu. Silakan ditakar diri kita, tetap menjadi lawan Allah, atau cukup sebagai hamba Allah? (adi permana)





Komentar

Advertorial Post